Lubuk Larangan di Lumut, Diramaikan Para Pemancing Mania




Wartatapanulinews.blogspot.com, TAPTENG | Strike.. seorang pemancing bertopi dan menyandang ransel menarik ulur jorannya. Seekor ikan Gurami menyantap umpan dengan lahap. Mata kail tersangkut di bibirnya.

Pemancing beruntung itu berdiri di atas bongkahan batu di tepian sungai sambil menggulung tali nilon perlahan-lahan. Jika tergesa-gesa, ikan bisa saja lepas dan kembali berenang ke dasar sungai.

Tapi ikan itu letih bergeliat dengan nilon joran dan akhirnya pasrah saat masuk ke dalam tangguk. Pria itu lantas melempar senyum tipis, seperti melesatkan kebanggaan ke hadapan seratusan pemancing lain karena menjadi satu di antara yang paling beruntung hari itu.

Ikan berbobot sekitar 4 kilogram itu ia peluk erat. Sejenak memamerkannya kepada pemancing lain sebelum memasukkannya ke Koja, jaring kecil yang ia gunakan sebagai tempat menyimpan ikan hasil pancingan.

"Tabo nai ate (enak kali ya)," celetuk seorang pemancing dari kejauhan menggunakan bahasa batak. Sementara sebagian lain bertepuk riuh dan bersorak-sorak memberi selamat kepada pria itu.

Dan, pria itu lagi-lagi beruntung. Tak lama setelahnya ia kembalistrike. Kali ini ikan Mas yang juga berbobot besar, ditaksir seberat ikan Gurami sebelumnya: 4 kilogram. Senyum tipisnya kembali mengembang. Ia kembali diberi aplaus pemancing lain dengan sorak-sorak.

Tak mau ketinggalan, seorang pemancing lain di seberang sungai juga berhasil strike. Ikan Bawal berbobot sekitar 6 kilogram berwarna kehitaman dengan sisik-sisik yang besar memakan umpan pemancing itu.

Buru-buru ia membawa ikan itu ke tepian sungai dan memasukkannya ke Koja. Orang-orang yang tadinya menonton di pinggiran sungai ikut berkerumun menyaksikan ikan Bawal raksasa itu.

Saat memancing, waktu memang tak terasa bergerak cepat. Jam menunjukkan pukul 11:30 WIB di hari Minggu (23/9) itu. Tapi hanya sedikit dari antara seratusan lebih pemancing itu yang beranjak dari tempatnya. Mereka masih asik melempar joran, lalu strike bergantian. Ikan-ikan jurung kecil adalah ikan paling lahap menyantap umpan di mata kail para pemancing. Sorak-sorak terus terdengar. Celetuk air saat mata pancing menyentuh permukaan air juga terdengar dramatis.

Padahal, sejak pukul 08:00 WIB pagi tadi, sebagian besar pemancing sudah berada di Lubuk Larangan Persaudaraan yang terletak di Lingkungan X Ramayana, Kelurahan Lumut, Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah ini.

"Aku malah udah dari jam lima subuh tadi sampai. Ada juga tadi malam jam dua belas udah sampai,” kata Madan Pasaribu (36), pemancing asal Desa Hapesong, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan kepada awak media sembari menyantap makan siangnya di warung kecil di tepian sungai.

Sepengalaman Madan yang datang khusus menyalurkan hobinya, memancing di Lubuk Larangan memang harus datang lebih awal. Intinya, agar mendapatkan tempat memancing yang tepat.

“Karena sepandai-pandainya pemancing, kalau gak dapat tempat bagus, gak dapat ikannya," katanya.

Dukungan Kelestarian Lubuk Larangan

Madan adalah satu dari ratusan pemancing lain yang selalu berburu lokasi pemancingan, seperti di lubuk Larangan Persaudaraan di Kecamatan Lumut. Ia mengaku sangat mendukung agar lubuk itu tetap dijaga dan dilestarikan. Lubuk Larangan menurut dia menjadi ajang penyaluran hobi para pemancing seperti dirinya.

"Daripada main judi atau kemana-mana gak jelas, mending mancing. Tahun lalu juga mancing kesini, udah banyak tempat lah kalau mancing," tutur Madan.

Selain itu, Madan juga setuju jika keberadaan Lubuk Larangan menjadi penopang kelestarian hutan dan alam.

"Lingkungan juga bisa terjaga, sungai gak dirusak, di Desa saya Hapesong juga ada lubuk larangan, ya dijaga kayak gini," katanya.

Siregar (51), penduduk Lingkungan III Kelurahan Lumut, kecamatan Lumut juga mengaku hal serupa. Ia yang bermukim di kelurahan dimana Lubuk itu berada akan memastikan Lubuk itu tetap dipertahankan.

“Sudah sepuluh tahun lebih ini. Pasti dipertahankan masyarakat, ini udah berapa, ratusan  orang ini yang mancing, kalau peminatnya banyak lah,” kata Siregar.

Manfaat Lubuk Bagi Masyarakat

Abdul Haris Simanjuntak, Kepala Lingkungan X menjadi penanggungjawab pengelolaan Lubuk Larangan Persaudaraan. Ditemui saat meninjau para pemancing di tepian Lubuk, Haris menuturkan ihwal ‘Persaudaraan’ bagi penamaan lubuk itu.

“Kenapa kita kasih persaudaraan, kita ingin rasa persaudaraan di masyarakat kita itu makin terjalin,” tutur Haris.

Ia menceritakan berbagaimanfaat-manfaat dan keuntungan yang telah didapatkan masyarakat sejak lubuk tersebut dilarang dan dikelola, terutama bagi kehidupan sosial kemasyarakatan.

Diantaranya, warga lingkungan yang kini sudah memiliki tanah wakaf sendiri, berhasil membeli teratak pesta sebanyak dua kavling yang bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan warga serta bisa dipinjamkan ke masyarakat di luar lingkungan.

“Ada juga keranda mayat. Ke depan Mesjid disini belum serah terima dengan masyarakat, nanti akan kita selesaikan, sampai puncaknya nanti pengadaan air bersih. Kita akan buat mata air sendiri, insyaallah kita akan mengalokasikan dari hasil Lubuk Larangan ini,” beber pria berjambang dan berkumis ini.

Ia mencontohkan potensi pemasukan desa yang akan diperoleh pada pembukaan lubuk kali ini. Sedikitnya 250 orang telah mendaftarkan diri untuk memancing dan telah menyerahkan pembayaran tiketnya.

“Bagi masyarakat lokal dikenakan tarif Rp50 ribu dan pemancing luar sebesar Rp100 ribu. Jadi ada taksasi yang terkumpul sekitar Rp25 juta,” ungkap Haris.

Selain keuntungan dalam bentuk uang, jadwal panen bersama yang digelar bersama-sama seluruh warga lingkungan juga bermanfaat. Hasil tangkapan saat panen bersama akan dibagi secara merata kepada seluruh warga di lingkungan itu untuk dikonsumsi.

Lubuk Larangan Sebagai Ikon Pelestarian Alam

Haris menjelaskan, belasan tahun lalu lubuk larangan itu tak dimanfaatkan. Sungai hanya sekedar pembuangan limbah, khususnya dari rumah tangga terutama kotoran manusia.

Sadar dengan kerusakan itu, masyarakat akhirnya menyepakati agar sungai itu dijadikan sebagai Lubuk Larangan dan dijaga dengan memberlakukan aturan ketat. Diantaranya pengenaan denda bagi yang memancing diluar jadwal panen yang ditetapkan, yakni setiap bulan September tiba.

“Jadi kalau orang dalam (warga lingkungan) kena denda administrasi Rp4 juta dan orang luar Rp7 juta. Jadi sungai ini sangat dijaga karena manfaatnya sangat dirasakan,” tegas Haris.

Soal keberadaan ikan-ikan di Lubuk Larangan, Haris menerangkan adalah hasil dari kekayaan alami yang terkandung di dalam sungai. Keragaman ikannya kemudian didukung bibit-bibit ikan yang ditabur oleh warga.

Meski masih saja ditemukan sampah-sampah plastik di beberapa tempat, kini kejernihan air di Lubuk Larangan itu kian terjaga. Terbukti, ikan-ikan di lubuk itu bisa dilihat dengan kasat mata berenang-renang di kedalaman air.

“Ya seperti bapak lihat sendiri, kalau namanya kotoran manusia tidak pernah lagi Nampak. Karena ini semua kan dimanfaatkan masyarakat dan sekarang sudah tak nampak lagi (kotoran),” ucap Haris.

Potensi Objek Wisata

Haris mengaku pembukaan lubuk larangan yang dilakukan setiap tahun berhasil menarik minat para pengunjung. Menurut dia yang datang setiap kali Lubuk Larangan dibuka tidak saja para pemancing tapi juga pengunjung yang hanya sekedar menonton dan menyaksikan keseruan aksi para pemancing.

Melihat potensi ini, Haris mengaku pihaknya ke depan akan mengusulkan agar even ini mendapat pengakuan dan payung hukum yang tegas dari Pemerintah setempat.

“Ya, kalau diakui dan ada payung hukumnya kan lebih bisa berkembang, bisa juga dijadikan sebagai objek wisata,” katanya.

Kadis Pariwisata Tapanuli Tengah, Rahmad Jambak yang dihubungi terpisah mengaku mendukung tetap terjaganya Lubuk Larangan Persaudaraan yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.

“Sebenarnya tidak di Lumut saja, di Desa Lopian juga minggu lalu ada yang dibuka juga Lubuk Larangannya,” kata Rahmad.

Rahmad setuju dengan potensi kewisataan dari lubuk larangan. Ia berharap, agar lubuk larangan dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh pemerintah Desa atau Kelurahan sebagai tujuan wisatawan ke kabupaten Tapanuli Tengah.

“Dan tentu saja disamping menjaga kelestarian lingkungan juga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat desa,” katanya. (iwo)


Komentar